Rasanya
menyebalkan ketika rasa menggebu untuk bertemu dengannya hanya sebatas angan.
Aku kira waktu tak akan pernah memberiku kesempatan untuk bertemu dengannya.
Untuk
kesekian kalinya kulihat layar ponselku, tetap sama, tak ada pesan balasan darinya.
Harapan kosong, pikirku. Aku bergegas
meninggalkan halte.
Ketika akan menaiki bus yang
berhenti di depanku, seseorang meraih tanganku, menarikku kembali ke halte.
Seseorang yang sedari tadi kutunggu kedatangannya.
“Maaf, ponselku off.” Seseorang itu menjelaskan.
“Bay! Aku udah kayak orang hilang
tau gak sih?” cetusku.
“Iya, kan udah minta maaf. Makan
dulu yuk?” jawabnya santai. Lagi-lagi seseorang yang kupanggil Bay itu menarik
tanganku. Aku mengekor.
***
Hal
sekecil apa pun, ketika itu kulewati denganmu, semua terasa spesial, meski
hanya dalam hitungan detik. Bisikku dalam hati.
Sore
ini nyatanya aku kembali bertemu dengan Bay. Membawa sekotak rasa yang tak akan
pernah kadaluarsa. Kali ini nyatanya aku bersahabat dengan waktu. Aku
berkesempatan untuk pulang kampung bersamanya, meski ini jadi kesempatan
pertama dan mungkin akan jadi kesempatan yang terakhir.
Gerimis
masih menguasai Semarang ketika aku dan dia kembali menyambangi halte. Tempat
duduknya basah, kita hanya berdiri di tepian halte. Aku memperhatikannya ketika
pandangannya mengedar ke langit-langit.
“Suka gerimis, Bay?” Tanyaku memulai
percakapan. Bay tipe cowok yang cuek, hanya akan bersuara ketika ditanya.
“Suka.” katamu tersenyum. Senyum
yang mempunyai banyak arti yang tak aku mengerti.
***
Aku suka ketika Bay menyatukan
jemarinya di sela jemariku, berlarian mengejar bus jurusan Salatiga yang
berhenti melewati kami.
Aku duduk di dekat jendela yang
berembun.
“Tiup
jendelanya,” bisiknya memecah lamunanku.
Aku menurutinya, “bwuh!” udara dari
mulutku membekas. Bay menggambar sesuatu di jendela itu.
“Love?” tanyaku menyelidik. Bay
hanya tersenyum, senyum yang mempunyai banyak arti yang tak aku mengerti.
Kunikmati wajah teduh Bay yang
tertidur di pundakku. Sesekali kuedarkan pandanganku pada luar jendela yang
kubuka, kutengadahkan tanganku untuk sekedar menikmati rintik. Aku juga suka
gerimis, terlebih ketika kunikmati dengan Bay.
Bay terbangun ketika angin membawa rintik
memercik di wajahnya.
“Maaf, bikin kamu bangun,” kataku
lirih. Bay tak menanggapi, dia hanya kembali menutup jendela yang tadi aku
buka.
Bay membuka jaket ala Korea-nya,
dikenakannya pada tubuhku. Tak ada satu kata pun keluar dari bibirnya. Dia
kembali tidur di pundakku.
Aku
suka, Bay memberikan kehangatannya untukku ketika jelas-jelas dia sendiri membutuhkan
kehangatan itu.
Kita berpisah karena jarak. Dan
waktu yang akan kembali mempertemukan kita. Jaket ala Korea-nya akan menjadi
pengobat rindu, menjadi penghangat di setiap dingin yang menyapaku, ketika dia
tak lagi ada.
3G FM Gado Goda Rasa
Penerbit : PEDAS Publishing
Cetakan I : Juni 2014
ISBN : 978-602-70646-0-7
Penerbit : PEDAS Publishing
Cetakan I : Juni 2014
ISBN : 978-602-70646-0-7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar