Aku lelah berjuang sendiri. Kamu di mana? Apa kamu telah memutuskan
untuk meninggalkan duniamu? Dunia yang telah lama melekat dalam jiwa dan
ragamu, dunia yang sangat kamu cintai. Kamu di mana? Lihatlah anak
didikmu, mereka kehabisan semangat tanpamu, mereka kalah dalam
pementasan yang kamu sendiri bilang kalau kita harus jadi pemenang
dikompetisi ini. Kamu di mana? Latihan selama tiga bulan ini terasa
sia-sia hanya karenamu yang hilang secara tiba-tiba.
Kamu di mana? Aku ingin seperti kursi yang kuatur sedemikian rupa di ruang yang biasa kita pakai untuk latihan, bersender lagi di bahumu seperti biasa ketika aku sedang lelah.
***
Aku selalu tersenyum
ketika memasuki ruang ini. Ketika kubuka pintunya, semua
kepingan-kepingan yang pernah kita lewati bermunculan begitu saja.
Tentang aktor, tentang crew, tentang naskah, tentang kostum, tentang
panggung, dan yang paling melekat dalam ingatanku memang tentang kamu.Kamu yang selalu menggeser kursimu agar bisa duduk sejajar denganku. Aku suka, karena sebagai asisten sutradara kamu tak pernah membiarkan sutradaramu bekerja sendirian. Kita mengawasi mereka yang tak pernah terlihat lelah ketika berlatih. Ada kehangatan yang diam-diam membungkus kebersamaan kita di ruang ini, di teater ini. Aku percaya, kita adalah satu tim yang solid.
***
Ada saja yang bisa kamu lakukan untuk membuatku tersenyum ketika aku sedang kesal dengan pemain yang kurasa tak serius. Kita banyak membicarakan hal yang berkaitan dengan peningkatan kualitas untuk para pemain dan teater kita sendiri, sesekali kusandarkan kepalaku di bahumu yang kokoh. Cuma kamu yang mau dan mampu menampung keluh kesahku dengan ringan. Aku suka semua yang kamu lakukan. Aku suka ruang ini. Aku suka suasana gaduh di ruang ini ketika ada kamu. Aku ...
***
Kamu di mana? Sampai detik ketika pementasan dimulai, kamu tak juga menampakkan batang hidungmu. Mereka butuh kamu, entahlah kenapa mereka justru lebih membutuhkan kamu daripada aku atau pimpinan produksi. Kamu di mana?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar