Aku
masih tersenyum ...
Rokokku
Tinggal Sebatang - Slamet Unggul
Aku
masih saja terngiang puisi dari penyair Semarang yang dilagukan itu.
Pertunjukkan puisi bertajuk “MBOHLAH” yang sampai kini masih menyisakan decak
kagum. Kalo boleh jujur, sepanjang ingatanku menonton pertunjukkan puisi, baru
kali ini aku bener-bener menikmati. Tanpa perasaan khawatir jarum jam menunjuk
pukul berapa [biasa jam malam anak rumahan~ HAHA, tetep!
Tak hentinya
riuh tepuk tangan dari para penonton menggema di udara. Selepas acara itu,
mataku mencari-cari, sebab tujuan awal dateng ke pertunjukkan kali ini adalah
buat ketemu sama beberapa orang. Percaya
diri aja beliau-beliau yang pingin kutemui ini pasti dateng di acara tersebut. Bonusnya
adalah dua buku kumpulan puisi masuk dalam tas. Gratis! Begitulah sekiranya
keegoisan manusia, bergerak di atas sebuah kepentingan. Maafkan...
Kepada orang pertama berhasil kutemui, bersalaman, sedikit berbasa-basi, lalu selesai. Info yang kucari sudah kudapat. Kepada orang kedua, nyaliku menciut. Beliau duduk di tepian tangga yang di depannya terdapat rentetan motor terpakir. Kelu sekali lidahku buat sekadar menyapa kemudian memperkenalkan diri, sebab beliau tengah berbincang dengan para penyair. Lalu apa? Aku mutusin buat balik rumah aja karena waktu masih saja berputar. Dengan hati yang gelo. Dengan kaki yang lesu menuju motor.
Sekelibat
kemudian tak menghiraukan perasaan itu ketika pandanganku mendapati seorang lelaki
yang ... kayak kenal. temen kampus bukan,
ya. eh, siapa ya. eh, iya nggak sih. Dan nggak kejawab juga dia siapa. Mau nyapa dihadang sama
perasaan ragu-ragu. Sepanjang perjalanan, ingatanku terus memaksa buat mengingat
lelaki itu. Ya, aku ini pelupa dan gampang penasaran. Kayak kalo lupa sama nama
barang, selama nama itu belum ketemu, rasa-rasanya seperti dikejar rasa
penasaran.
Yang
kuinget, dia itu temen kampus, beda jurusan. Yakin deh. Mukanya nggak asing.
Mau nggak inget-inget, mukanya tuh ngebayangin terus. Seriusan, sama sekali
nggak inget namanya. Kemudian, demi lelap tidurku biar nggak dihantui rasa
penasaran, akhirnya buka medsos. Dan ... direct
message nambah satu. Hei, ternyata
tadi kamu, aku ragu buat nyapa kamu. Masih ingatkah? Tuh kannn, beneran anak
jurusan sebelah. Tapi, ngebaca nama akunnya tuh asing. Atau memang begini kalo
jadi pelupa? Deuhhh, maaf ya.
Sampai
detik ini, ketika namanya udah dia sebutin, masih aja merasa asing. Beneran itu
nama aslinya? Atau ada nama panggilan lain yang bikin aku nggak
asing gitu? Oh, maafkan si pelupa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar