![]() |
dok. pribadi: Pengambilan Dokumen Tilang |
Baru kali ini aku kena tilang polisi dan ikut sidang di kejaksaan.
Sebelumnya pernah juga kena tilang, tapi bayar di tempat, beres! Kemarin
beda, entah kenapa nggak ada pertanyaan sejenis, “Mau bayar di sini atau mau ikut sidang, Mbak?”
Nggak ada. Pak Polisi langsung meminta dataku dan menuliskannya di
aplikasi surat tilang. Waktu itu, kesalahanku karena ngelawan arah.
Beliau sempet ngasih opsi, SIM atau STNK yang mau ditahan, akhirnya aku
kasih SIM. Setelah itu, Pak Polisi minta aku buat ikut sidang di
tanggal, jam, dan tempat sidang yang sudah dituliskan di aplikasi surat
tilang slip warna biru. Jarak antara aku kena tilang dan waktu sidang,
kira-kira 2 mingguan, tapi bisa jadi itu bukan patokan.
Di lokasi sidang tilang, ternyata bukan lagi ratusan orang yang ikut, tapi ribuan! Nggak kaget kalau tiba-tiba ada orang asing yang mendekat dan menawarkan bantuan, “Biar saya urus aja, Mbak. Cepet kok, nggak perlu antri. Murah deh, blablabla.” Siapa lagi kalau bukan calo?
Akhirnya aku mutusin buat ngurus sendiri. Begini alur sidang tilang versi pengalamanku:
Di lokasi sidang tilang, ternyata bukan lagi ratusan orang yang ikut, tapi ribuan! Nggak kaget kalau tiba-tiba ada orang asing yang mendekat dan menawarkan bantuan, “Biar saya urus aja, Mbak. Cepet kok, nggak perlu antri. Murah deh, blablabla.” Siapa lagi kalau bukan calo?
Akhirnya aku mutusin buat ngurus sendiri. Begini alur sidang tilang versi pengalamanku:
Pertama, aku harus ke loket pertama buat minta nomor urut/nomor antrian. Di loket ini aku berdesak-desakkan dengan ribuan orang. Menurutku, ini karena kapasitas petugas dengan yang ditilang nggak sesuai. Bayangin aja, cuma dibuka satu loket dengan dua petugas aja, sedangkan antrian begitu bejibun. Betapa itu menguji kesabaranmu di bulan puasa, Nak.
Sampai di depan loket, aplikasi surat tilang aku serahin, satu petugas membacakan nomor register, satu petugas lagi mengetikkannya di komputer. Surat tilang dikembalikan dan dapatlah aku nomor antrian 3.905! Keluar dari barisan antrian dengan napas yang berat menuju loket berikutnya.
Hati-hati,
setauku buat dapet nomor antrian, kita nggak perlu bayar ke petugas,
tapi yang terjadi, petugas tadi menerima uang-uang dari yang ketilang.
Aku sengaja nggak bayar dan ternyata nggak ada teguran sama sekali.
Perbandingannya kalau memang bayar, Rp2000 kalau sendiri, Rp5000 kalau
pakai calo.
Kedua, setelah dapet nomor antrian, aku diarahkan ke loket berikutnya, di mana dokumen yang kemarin ditahan bisa aku ambil. Ricuh banget, asli! Jadi, para petugas di sana pakai sistem tumpuk aplikasi surat tilang. Di sana disediain satu keranjang buat menampung tumpukan aplikasi-aplikasi surat tilang tadi. Nantinya petugas akan mengambil dan memanggil nama-nama yang tertera di aplikasi tersebut. Jadi, nomor antrian di loket pertama tadi sebenernya nggak ada pengaruhnya, soalnya petugas ambil secara acak. Siapa cepat, dia dapat!
Ketiga, alur yang terakhir, nunggu nama dan nomor antrianku dipanggil. Bagiku cukup cepet buat ukuran ribuan manusia yang antri. Kira-kira satu setengah jam aku nunggu. Setelah namaku dipanggil, itu masih nunggu lagi, soalnya petugas langsung memanggil beberapa nama orang, jadi sekalian. Tiba giliranku, barulah aku bayar denda ke petugas sebesar Rp80.000. Itu juga bukan jadi patokan, tergantung pelanggaran apa yang dilakuin. Dibandingkan dengan biaya calo, selisihnya bisa sampai Rp30.000-Rp50.000.
Begitulah. FYI, ribuan orang tadi nggak serta merta bisa dilayani hari itu juga. Ketika menjelang Dhuhur, petugas menginformasikan bahwa penumpukan surat tilang sudah ditutup dan bisa dilanjutkan lagi di Hari Senin. Sidang ini juga bisa diwakilkan oleh orang lain, sebab itu banyak calo memasang badan di depan gerbang kejaksaan.
Sekarang mah, tertib ajalah kalo di jalan, patuhi aturan yang ada. Nggak mau lagi repot-repot ngurus beginian. Bukan cuma rugi di-budget tapi juga rugi waktu. Toh, kalo patuh juga keselamatan diri juga bakal aman. hehe
Kedua, setelah dapet nomor antrian, aku diarahkan ke loket berikutnya, di mana dokumen yang kemarin ditahan bisa aku ambil. Ricuh banget, asli! Jadi, para petugas di sana pakai sistem tumpuk aplikasi surat tilang. Di sana disediain satu keranjang buat menampung tumpukan aplikasi-aplikasi surat tilang tadi. Nantinya petugas akan mengambil dan memanggil nama-nama yang tertera di aplikasi tersebut. Jadi, nomor antrian di loket pertama tadi sebenernya nggak ada pengaruhnya, soalnya petugas ambil secara acak. Siapa cepat, dia dapat!
Ketiga, alur yang terakhir, nunggu nama dan nomor antrianku dipanggil. Bagiku cukup cepet buat ukuran ribuan manusia yang antri. Kira-kira satu setengah jam aku nunggu. Setelah namaku dipanggil, itu masih nunggu lagi, soalnya petugas langsung memanggil beberapa nama orang, jadi sekalian. Tiba giliranku, barulah aku bayar denda ke petugas sebesar Rp80.000. Itu juga bukan jadi patokan, tergantung pelanggaran apa yang dilakuin. Dibandingkan dengan biaya calo, selisihnya bisa sampai Rp30.000-Rp50.000.
Begitulah. FYI, ribuan orang tadi nggak serta merta bisa dilayani hari itu juga. Ketika menjelang Dhuhur, petugas menginformasikan bahwa penumpukan surat tilang sudah ditutup dan bisa dilanjutkan lagi di Hari Senin. Sidang ini juga bisa diwakilkan oleh orang lain, sebab itu banyak calo memasang badan di depan gerbang kejaksaan.
Sekarang mah, tertib ajalah kalo di jalan, patuhi aturan yang ada. Nggak mau lagi repot-repot ngurus beginian. Bukan cuma rugi di-budget tapi juga rugi waktu. Toh, kalo patuh juga keselamatan diri juga bakal aman. hehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar