Untuk Wanita Terhebat di Alam Jagad
Raya, Bundaku Nur Chayatun.
Bunda,
waktu terus berjalan, terangkum oleh masa yang tak lagi sama. Aku tak akan pernah
menjadi siapa-siapa tanpa Bunda. Bunda yang tak pernah lelah mengajariku untuk
tetap kuat dalam menjalani kehidupan yang kadang membuatku ingin menyerah.
Selalu ada senyuman yang tulus dari bibir lembut Bunda, walau aku tau terkadang
senyum Bunda hanyalah sebagai tempat persembunyian atas segala lelah, jengah
atau segala pedih yang Bunda rasa. Aku percaya, Allah selalu menjaga Bunda
dengan sangat baik.
Andai
Bunda tau, aku menyayangi Bunda begitu dalam. Hanya saja ketika aku mengatakannya,
Bunda selalu terlihat canggung. Apa karena aku tak pernah mengatakannya? Kalau
begitu, mulai saat ini aku akan mengatakannya. Atau kalau pun tidak, biarlah
rasa sayang ini tetap berkembang di dalam hatiku setiap detiknya, meski tak
pernah terucap.
Andai
Bunda tau, ada banyak hal yang sedang aku perjuangkan yang nantinya akan ada
hasil yang ingin kupersembahkan untuk Bunda. Percayalah, waktu yang tak
sebanding dengan waktu pengorbanan Bunda untukku, semua akan kuusahakan.
Untukmu, Bunda, sebab apa lagi yang bisa kuberikan selain usaha untuk membuat
Bunda bahagia? Aku ingin bisa melihat seulas senyum dari bibir Bunda setiap
waktu.
Andai
Bunda tau, tiap pesakitan yang Bunda ceritakan selalu menghujam dalam hati.
Begitu cepat merambat sampai ke otak, hingga membuatku terdiam. Tahukah, Bunda?
Diamku bukan karena aku tak ingin merespon cerita-cerita Bunda, bukan juga
karena aku tak peduli, aku hanya mencoba meredam segala amarah. Dan, doa adalah
satu-satunya senjata paling ampuh untuk bertahan dalam segala kesakitan.
Andai
Bunda tau, aku ingin sekali menepis semua kebosanan Bunda, mengajak Bunda
berkekeliling melihat dunia luar. Tapi, lagi-lagi aku tak mampu harus dengan
cara seperti apa. Aku tak ingin mengaku aku terlalu sibuk, aku hanya sedang
menyelesaikan semua kewajibanku sebagai pelajar. Dan kita sama-sama butuh refreshing untuk sekedar menghilangkan
penat atau menjadikan hubungan kita lebih lekat.
Bunda,
barangkali Bunda merindukan waktu ketika kita seringkali menertawakan tentang
diri kita sendiri atau ketika aku dan Mas juga Adik menceritakan hal-hal konyol
yang kami temui di sekolah, kampus dan kantor, aku juga sangat merindukan itu.
Tapi, lagi-lagi ini tentang waktu. Anak-anak Bunda sekarang memiliki
tanggungjawab yang lebih beresiko hingga kami mencoba lebih fokus dengan apa
yang ingin kami capai. Bunda, percayalah, apa pun yang tengah dilakukan
anak-anak Bunda, ini hanya untuk Bunda, penembus untuk semua kasih sayang juga
pengorbanan yang Bunda kasih. Dan, maaf kalau semua ini tak akan pernah
sebanding dengan pengorbanan Bunda.
Bunda,
berhenti menangis. Berhenti bersedih. Masa lalu yang menyakitkan akan kuganti
dengan masa depan yang cemerlang, menyenangkan. Doakan anakmu ini, Bunda.
Bunda,
terima kasih untuk segala ketulusan cinta Bunda. Maaf, anakmu tak pernah bisa
membalas itu semua dengan sempurna. Untuk yang terakhir, sampaikan salamku buat
bapak, aku sangat mencintainya. Aku sangat bangga memiliki orangtua seperti
Bunda dan Bapak.
I LOVE YOU, BUNDA. Peluk dan cium dari
anak Bunda nomor dua.
Semarang ketika lantunan azan Subuh
terdengar, 22 Desember 2014
SURAT CINTA UNTUK IBU
Penerbit : AE PUBLISHING
Cetakan I : Malang, Desember 2014
ISBN : 978-602-1189-17-7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar