Februari 24, 2015

Secret Admirer



Mendengar suaramu, menatap senyumanmu, dan mengamati punggungmu meski dari kejauhan. Aku mencintaimu dengan diam. Meski dengan diam kutemukan banyak kesedihan dibandingkan kebahagiaan. Tapi, aku tak pernah mau egois, aku selalu turut bahagia atas bahagiamu.
***
Namanya Della, dia satu-satunya sahabat yang menemaniku sampai di semester lima ini. Aku dan dia menempati kamar kos yang sama. Tawa-duka, sedih-bahagia telah kulewati bersama dengannya, termasuk harus puasa tiga hari karena jatah dari orang tua sudah habis. Meskipun kami begitu dekat, kami tak pernah memaksa untuk menceritakan masalah yang menurut kami masuk kategori privasi, masing-masing dari kami saling memahami. Sampai pada kisah dimana aku terjebak pada perasaan yang kupendam sendiri. Mencintai diam-diam.

“Sis, akhirnya gue jadian sama Jojo,” Della dengan sumringah menceritakan momen bahagianya padaku. Cintanya bersambut.

“Oh, ya? Sama anak yang suka lo ceritain itu? Udah bisa dikenalin ke gue dong?” pintaku karena memang selama ini Della tak pernah membawa lelaki itu di hadapanku.

“Siap deh. Sebenernya lo udah kenal sih, tapi ntar deh biar surprise gue temuin lo sama dia. Tapi, lo juga harus ngajakin gebetan yang selama ini lo ceritain itu ya? Yang sok-sok misterius itu. Oke?” Della menantangku.

“Wah, ngledek lo. Lo kan tau gue cuma secret admirer, boro-boro ngajakin nge-date, lihat dari jauh aja bawaannya pingin pingsan. Nggak janji deh,” jawabku dengan penuh sesal. Ah, andai saja mengatakan cinta semudah membalikkan tangan. Andai saja lelaki yang kukagumi tau bahwa ada perempuan yang selama ini mengintainya.
***
Sabtu malam kunikmati hening di kamar kos seorang diri. Ini menyedihkan. Penghuni kamar yang lain jelas sudah dijemput dengan pasangan masing-masing. Della baru saja keluar, ini jadi malam minggu pertamanya dengan Jojo. Aku senang, pada akhirnya Della bisa menaklukkan Jojo, lelaki yang selama ini tak pernah lepas dari cerita-ceritanya yang selalu menggebu.

Aku? Jangan tanya lagi, sudah biasa jadi security kosan di Sabtu malam begini. Lagi-lagi karena statusku sebagai secret admirer, aku hanya bisa berkhayal tentang dia yang tak pernah menyadari keberadaanku. Sempat kupikirkan bagaimana agar bisa berceloteh dengan dia dalam waktu yang lama, bukan sekedar melempar senyum ketika berpapasan, bukan hanya say hello ketika berada di tempat yang sama. Tapi, pada akhirnya aku hanyalah pengkhayal sejati yang tak pernah berani untuk mengakhiri mimpi dan membuatnya menjadi nyata. Itu tak mungkin.
***
 Waktu terus merangkak. Aku masih saja bertahan dengan statusku sebagai secret admirer. Ada cemburu yang sering menyergap, membuatku tak ingin lagi lama-lama menatap. Tapi, aku kalah dengan pesonanya, dia selalu menarikku untuk terus menatapnya lebih lekat. Sungguh aku melayang ketika suara lembutnya kudengar sangat kuat.

“Sorry,” katanya ketika tak sengaja menginjak kakiku karena berdesakan di depan warung fotocopy-an. Aku hanya tersenyum, senyum yang kubuat semenarik mungkin. Kemudian dia berlalu begitu saja. Gagal menarik perhatian!

Dibandingkan bahagia yang kurasa, kesedihan lebih sering hadir. Hadir ketika aku cemburu dia jalan ke kelas dengan teman perempuannya, cemburu karena dia bisa tertawa lepas dengan teman-temannya. Cemburu ketika aku tau dia memutuskan untuk menikah di usia muda. Padahal, masih satu semester lagi untuk dia wisuda. Pada cemburu-cemburu itu kesedihanku meletup.
***
Lagi dan lagi, aku harus memasang telinga untuk Della menceritakan tentang Jojo, itu membuatku menelan ludah. Ah, aku harus berani menyatakan perasaanku pada lelaki yang kukagumi, agar aku juga punya cerita seperti Della.

“Cieee, yang habis jalan-jalan, seneng banget,” godaku ketika Della baru saja pulang malam mingguan. Dia mengulurkan sebungkus nasi goreng untukku. Lalu mendadak termenung. “Kenapa lo?” lanjutku.

“Jojo ngajakin gue nikah. Dia serius, Sis. Gue baru aja dibawa ke orangtuanya. Gue bingung harus gimana.”

“Ha?! Lo serius, Dell? Bukannya dia masih kuliah juga? Kata lo, dia cuma beda dua semester kan, ya?” Aku terkejut. Secepat itu? Pasti dia lelaki yang bertanggungjawab, nyatanya dia mengikat Della dengan cara yang seserius itu.

“Iya, bulan depan Jojo dan keluarganya ke rumah gue. Pokoknya lo juga harus dateng ya di tunangan gue. Jangan lupa tuh, gebetan lo yang sok-sok misterius itu lo bawa, nggak mau tau gimana cara lo bisa ngedeketin dia.” Hah! Tantangan lagi.

“Andai aku bisa, Dell, sayangnya aku hanyalah sebutir debu di padang pasir. Nggak kelihatan. Nggak pernah bakal kelihatan oleh dia,” aku mendadak mellow galau.

“Berjuanglah, kawan! Cinta itu harus diperjuangkan!”
***
Tiba waktunya dimana aku bisa melihat pasangan Della. Lelaki yang akan meminang Della di usia muda. Aku menepati janjiku untuk menghadiri acara bahagia Della dan Jojo, meski akhirnya tidak hadir dengan gebetan yang kukagumi.

Ada bahagia yang justru memporaporandakan hatiku pagi itu. Jojo atau lebih kukenal dengan nama Johanes, ternyata lelaki yang kukagumi itu meminang sahabatku sendiri. Lelaki yang selalu masuk dalam khayalanku, lelaki yang membuatku berdegub hanya karena satu kata yang terlontar dari mulutnya, lelaki Della yang selalu dia banggakan.

Aku tak pernah melihat mereka bersama di kampus. Aku tak pernah menyadari Jojo yang Della ceritakan adalah Johanes yang yang selama ini kukagumi. Hubungan mereka benar-benar tak terekam oleh lensa mataku. Tersembunyi rapi.

Rasanya ingin pergi dari ruangan ini. Ingin menghentikan acara yang kusaksikan langsung di depan mata. Hatiku sangat kelu. Ada air mata yang meluber dari sudut mataku. Aku memeluk Della.

“Gue terharu. Akhirnya lo bisa sama Jojo. Semoga terus langgeng ya, Dell.” Tipuku pada Della.
Andai kamu tau, Dell, air mata ini bukan sekedar haru, ini adalah luka yang akan menganga di hatiku. Aku menipumu, lepas dari bahagiaku karena kamu berhasil membuat nyata mimpimu untuk bisa mendapatkan Johanes, ada sakit yang luar biasa. Sakitnya tuh di sini... di relung hati paling dalam.

Lantas, apa aku harus menuruti pesanmu untuk memperjuangkan cintaku, Dell? Ah, aku hanya bisa berdoa semoga ada Johanes lain untukku, jodoh untuk anak-anak ngenes sepertiku.


SAKITNYA DI SINI
Penerbit : Pena House
Cetakan I : Februari 2015
ISBN  : 978-602-0937-38-0

Tidak ada komentar: