Maret 31, 2019

[FF] Cinta Pandangan Pertama

Aku percaya mengenai cinta pada pandangan pertama. Seperti pertama kali aku melihatmu, lalu merasai benih-benih yang hadir menjalar ke hati. Cinta. Dan ketika pandangan pertamaku jatuh tepat di matamu, harusnya aku sadar bahwa itu adalah awal dari semua kecewa yang kini aku genggam.
                                                                                ***                                                                                   
Sinar matahari menyemangati deretan mahasiswa baru yang tengah berbaris di halaman depan auditorium. Termasuk aku berada di barisan itu. Hari pertamaku menjadi mahasiswa baru di salah satu universitas swasta yang berada di Semarang. Aku melihatmu mengelilingi barisan-barisan itu sembari memunguti bungkusan beras. Kamu memakai jas almamater, mukamu terlihat bulat dan tubuhmu hampir membentuk angka nol. Entah kenapa, justru dari situlah aku melihatmu dengan sisi yang berbeda dari cowok senior lainnya, terlebih jika dibandingkan dengan presiden mahasiswa yang jauh lebih keren darimu. Aku jatuh cinta padamu? Ya.

***

Rabu adalah hari di mana aku dipertemukan denganmu, bertatap muka langsung denganmu, dan hari di mana aku dan kamu diharuskan berinteraksi. Waktu itu deadline untuk pengumpulan proposal program kewirausahaan. Bersama dengan teman baruku, Amara, aku mengumpulkan proposal kelompokku kepadamu. Aku suka, kamu mengajakku kenalan. Aku suka, kamu banyak cerita tentang pengalamanmu menjadi mahasiswa selama lima semester ini, meskipun sebenarnya itu sama sekali tak menarik bagiku.

Dari situ kita memilik banyak intensitas waktu untuk sering bertemu. Aku, kamu, dan Amara menjadi semakin akrab. Apalagi kita bisa satu kelas, bahkan satu kelompok di salah satu mata kuliah yang baru kamu ambil.


***

Kamu tau, Bas? Semakin hari perasaanku ke kamu semakin tumbuh. Tapi, perlu kamu tau, aku selalu mencoba untuk membuatnya tumbang. Karena yang aku lihat, kamu lebih respect ke Amara. Kamu menyukai Amara, Bas? Selalu pertanyaan itu yang tertahan dalam hatiku.

Dan aku menemukan sendiri jawaban atas pertanyaan yang hanya tertahan dalam hatiku. Kamu menyatakan perasaanmu padaku, memintaku untuk menjadi pacarmu. Rasanya ingin menolak karena sampai detik ketika kamu menyatakan perasaanmu padaku, lakumu masih menonjolkan kepedulianmu lebih tertuju kepada Amara. Tapi, aku kalap dengan perasaanku sendiri. Lama aku menunggu moment itu, aku tak mungkin menolak permintaanmu, kan? Aku mengiyakan permintaanmu. Kita jadian. Dan kamu meminta padaku untuk tidak mepublikasikan hubungan kita ke siapa pun, termasuk Amara. Ya, hanya kita dan Tuhan yang tau mengenai hubungan kita itu.

***

Dua minggu kita melewati masa-masa indah. Sebelumnya aku tak pernah yakin dengan perasaan yang kamu punya untukku. Karena selama kita jadian, kamu benar-benar merahasiakan hubungan kita dari siapapun. Mencurigakan, bukan?

Pagi itu, tiba-tiba kamu nongol di depan rumahku, kamu mengajakku ke pantai. Kamu bilang, kita ngerayain hari jadian kita yang kedua minggu. Seperti hari jadi kita seminggu yang lalu. Kamu tau, Bas? Waktu itu segala curigaku langsung terhapus. Aku percaya kalau kamu benar-benar menyukaiku, karena secara tak langsung kamu telah membuktikan dengan cara memperingati hari jadi kita setiap satu minggu sekali. Perayaan yang tak pernah aku pikirkan sebelumnya.

Kita menyeritakan banyak hal di bibir pantai. Sesekali kudengar tawamu pecah. Aku suka, Bas. Apalagi ketika harus kulihat ekpresimu yang tengah meledekku lantaran hidungku yang mancung setengah, aku tetep suka, Bas. Kamu terlihat lepas. Kamu sempat, sebelum mengantarku kembali ke rumah, kamu mengajakku sarapan bubur ayam di daerah pantai itu. Dari situ aku tau, kamu gak suka kerupuk.
Indah banget, kan, Bas? Itu juga ketika rasa sayangku lagi meletup-meletupnya. Dan setelah kita  melewati hari itu, semua berubah drastis. Sebelumnya aku tak tau apa yang membuatmu begitu. Aku yakin ada sesuatu yang membuat lakumu mendadak dingin di hadapanku.

***

Baru kali itu aku melihat Amara teramat bahagia. Dia bilang, semalam ada seorang laki-laki yang menyatakan perasaannya pada Amara. Meminta Amara untuk menjadi pacarnya. Kamu tau, Bas, siapa laki-laki itu? Jawabanmu tepat, Bas, laki-laki itu adalah kamu.
Hatiku kelu, Bas, mendengar kabar bahagia dari Amara. Betapa senangnya dia memilikimu tanpa tau bagaimana remuknya hatiku. Aku mencoba tersenyum, memberi selamat pada Amara. Aku sempat menggodanya untuk menraktirku makan siang. Aku benci waktu itu, karena keadaan memaksaku untuk menjadi orang munafik.
***

“Maksud kamu apa?” tanyaku dengan nada slow kepada Bastian.
“Aku ...,” Bas terbata untuk melanjutkan kalimatnya. “Maafin aku, Din,” lanjutnya.
“Maafmu gak ngejelasin apa pun, Bas. Aku cuma pengin tau apa yang membuatmu sampai membohongi hatimu sendiri.”
“Oke, aku jelasin,” Bastian menarik napas panjang. “Sebenarnya memang dari awal aku gak pernah menyimpan rasa buat kamu. Maaf kalau caraku salah, tapi dengan aku deketin kamu, jadiin kamu pacar, aku pikir aku bisa dengan mudah mengorek informasi tentang Amara. Aku lebih suka Amara, Din. Aku ...,”
“Cukup, Bas. Aku cukup mengerti kenapa kemarin-kemarin nama Amara sering muncul di obrolan kita. Aku cukup mengerti, Bas ...,” suaraku lirih.
***

Aku kira cinta pada pandangan pertama akan menciptakan kisah-kisah indah di dalamnya, tapi nyatanya semua lebih buruk dari yang aku kira. Aku kira cinta pada pandangan pertama mampu membuatku bahagia, tapi nyatanya aku dibuatnya sakit ketika mendapati cinta pandangan pertamaku berdampingan dengan cinta yang lain. 
Terima kasih, Bas, untuk satu kenangan yang kamu cipta untukku. Setidaknya aku jadi tau bahwa cinta memang tidak selalu jatuh pada pandangan pertama.  


KUMPULAN FLASH FICTION (FF) 
Judul buku  : Mata Kenangan
Penerbit       : Pustaka Jingga, Lamongan
Cetakan I     : Maret 2014
ISBN             : 98-602-7880-88-7


Tidak ada komentar: