Aku percaya mengenai cinta pada pandangan
pertama. Seperti pertama kali aku melihatmu, lalu merasai benih-benih yang hadir
menjalar ke hati. Cinta. Dan ketika pandangan pertamaku jatuh tepat di matamu,
harusnya aku sadar bahwa itu adalah awal dari semua kecewa yang kini aku
genggam.
***
Sinar
matahari menyemangati deretan mahasiswa baru yang tengah berbaris di halaman
depan auditorium. Termasuk aku berada di barisan itu. Hari pertamaku menjadi
mahasiswa baru di salah satu universitas swasta yang berada di Semarang. Aku
melihatmu mengelilingi barisan-barisan itu sembari memunguti bungkusan beras.
Kamu memakai jas almamater, mukamu terlihat bulat dan tubuhmu hampir membentuk
angka nol. Entah kenapa, justru dari situlah aku melihatmu dengan sisi yang
berbeda dari cowok senior lainnya, terlebih jika dibandingkan dengan presiden
mahasiswa yang jauh lebih keren darimu. Aku
jatuh cinta padamu? Ya.
***
Rabu
adalah hari di mana aku dipertemukan denganmu, bertatap muka langsung denganmu,
dan hari di mana aku dan kamu diharuskan berinteraksi. Waktu itu deadline untuk pengumpulan proposal program
kewirausahaan. Bersama dengan teman baruku, Amara, aku mengumpulkan proposal
kelompokku kepadamu. Aku suka, kamu mengajakku kenalan. Aku suka, kamu banyak cerita
tentang pengalamanmu menjadi mahasiswa selama lima semester ini, meskipun
sebenarnya itu sama sekali tak menarik
bagiku.
Dari
situ kita memilik banyak intensitas waktu untuk sering bertemu. Aku, kamu, dan
Amara menjadi semakin akrab. Apalagi kita bisa satu kelas, bahkan satu kelompok
di salah satu mata kuliah yang baru kamu ambil.
***
Kamu
tau, Bas? Semakin hari perasaanku ke kamu semakin tumbuh. Tapi, perlu kamu tau,
aku selalu mencoba untuk membuatnya tumbang. Karena yang aku lihat, kamu lebih respect ke Amara. Kamu menyukai Amara, Bas? Selalu pertanyaan itu yang tertahan dalam
hatiku.
Dan
aku menemukan sendiri jawaban atas pertanyaan yang hanya tertahan dalam hatiku.
Kamu menyatakan perasaanmu padaku, memintaku untuk menjadi pacarmu. Rasanya
ingin menolak karena sampai detik ketika kamu menyatakan perasaanmu padaku,
lakumu masih menonjolkan kepedulianmu lebih tertuju kepada Amara. Tapi, aku
kalap dengan perasaanku sendiri. Lama aku menunggu moment itu, aku tak mungkin
menolak permintaanmu, kan? Aku mengiyakan permintaanmu. Kita jadian. Dan kamu
meminta padaku untuk tidak mepublikasikan hubungan kita ke siapa pun, termasuk
Amara. Ya, hanya kita dan Tuhan yang tau mengenai hubungan kita itu.
***
Dua
minggu kita melewati masa-masa indah. Sebelumnya aku tak pernah yakin dengan perasaan yang kamu punya untukku. Karena
selama kita jadian, kamu benar-benar merahasiakan hubungan kita dari siapapun. Mencurigakan,
bukan?
Pagi itu, tiba-tiba kamu nongol di depan
rumahku, kamu mengajakku ke pantai. Kamu bilang, kita ngerayain hari jadian
kita yang kedua minggu. Seperti hari jadi kita seminggu yang lalu. Kamu tau,
Bas? Waktu itu segala curigaku langsung terhapus. Aku percaya kalau kamu
benar-benar menyukaiku, karena secara tak langsung kamu telah membuktikan
dengan cara memperingati hari jadi kita setiap satu minggu sekali. Perayaan yang
tak pernah aku pikirkan sebelumnya.
Kita
menyeritakan banyak hal di bibir pantai. Sesekali kudengar tawamu pecah. Aku
suka, Bas. Apalagi ketika harus kulihat ekpresimu yang tengah meledekku lantaran
hidungku yang mancung setengah, aku tetep suka, Bas. Kamu terlihat lepas. Kamu
sempat, sebelum mengantarku kembali ke rumah, kamu mengajakku sarapan bubur
ayam di daerah pantai itu. Dari situ aku tau, kamu gak suka kerupuk.
Indah
banget, kan, Bas? Itu juga ketika rasa sayangku lagi meletup-meletupnya. Dan
setelah kita melewati hari itu, semua
berubah drastis. Sebelumnya aku tak tau
apa yang membuatmu begitu. Aku yakin ada sesuatu yang membuat lakumu mendadak
dingin di hadapanku.
***
Baru
kali itu aku melihat Amara teramat bahagia. Dia bilang, semalam ada seorang
laki-laki yang menyatakan perasaannya pada Amara. Meminta Amara untuk menjadi
pacarnya. Kamu tau, Bas, siapa laki-laki itu? Jawabanmu tepat, Bas, laki-laki
itu adalah kamu.
Hatiku
kelu, Bas, mendengar kabar bahagia dari Amara. Betapa senangnya dia memilikimu
tanpa tau bagaimana remuknya hatiku. Aku mencoba tersenyum, memberi selamat
pada Amara. Aku sempat menggodanya untuk menraktirku makan siang. Aku benci waktu
itu, karena keadaan memaksaku untuk menjadi orang munafik.
***
“Maksud
kamu apa?” tanyaku dengan nada slow kepada Bastian.
“Aku
...,” Bas terbata untuk melanjutkan kalimatnya. “Maafin aku, Din,” lanjutnya.
“Maafmu gak ngejelasin apa pun, Bas. Aku cuma
pengin tau apa yang membuatmu sampai membohongi hatimu sendiri.”
“Oke,
aku jelasin,” Bastian menarik napas panjang. “Sebenarnya memang dari awal aku gak pernah menyimpan rasa buat kamu.
Maaf kalau caraku salah, tapi dengan aku deketin kamu, jadiin kamu pacar, aku
pikir aku bisa dengan mudah mengorek informasi tentang Amara. Aku lebih suka
Amara, Din. Aku ...,”
“Cukup,
Bas. Aku cukup mengerti kenapa kemarin-kemarin nama Amara sering muncul di
obrolan kita. Aku cukup mengerti, Bas ...,” suaraku lirih.
***
Aku
kira cinta pada pandangan pertama akan menciptakan kisah-kisah indah di
dalamnya, tapi nyatanya semua lebih buruk dari yang aku kira. Aku kira cinta
pada pandangan pertama mampu membuatku bahagia, tapi nyatanya aku dibuatnya
sakit ketika mendapati cinta pandangan pertamaku berdampingan dengan cinta yang
lain.
Terima kasih, Bas, untuk satu kenangan yang kamu
cipta untukku. Setidaknya aku jadi tau bahwa cinta memang tidak selalu jatuh
pada pandangan pertama.
Judul buku : Mata Kenangan
Penerbit : Pustaka Jingga, Lamongan
Cetakan I : Maret 2014
ISBN :
98-602-7880-88-7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar