November 30, 2015

Dr. Abdul Rozak: Jangan Lupa Yakin!

Sabtu pagi bersama (sebut saja) Tim Landak Sahabat Tenggang Semarang. Belasan bibit (baca: proposal) untuk Kegiatan Penanaman Pohon "Daun Pesisir Untuk Tanah Air" sudah ada di tangan kami. Kami siap menabur bibit-bibit tersebut di lokasi-lokasi yang telah kami sepakati. Tim Landak1, Tim Landak2, dan Tim Landak3 memisahkan diri menuju masing-masing target perusahaan yang telah tertunjuk.

Tim Landak3, aku bersama Devi dapet jatah 'menyatroni' tempat praktek seorang dokter, tempatnya di daerah Puri Anjasmoro. Panggil saja beliau Dr. Rozak, beliau ini adalah donatur tetap di komunitas kami, RUBI Sahabat Tenggang Semarang. Disamping mengambil jatah uang donasi dari beliau, kami juga berharap beliau mau menambah kontribusinya untuk kegiatan kami. Tapi, proposal yang kami ajukan alhamdulillah (hanya) mendapakan doa yang bertubi-tubi dari beliau. Semoga acaranya lancar tanpa halangan apa pun. Semoga banyak pihak yang membantu. Serta semoga-semoga lainnya yang patut kami aamiini.

Ini kali pertama aku bertemu dengan
beliau, karena beliau masih asing denganku dibandingkan dengan Devi yang memang udah biasa riwa-riwi kesana, terjadilah percakapan -setelah obrolan basa-basi- yang menurutku aduhai banget.
"Alhamdulillah baru lulus September kemarin, Pak."
Aku udah bisa nebak untuk pertanyaan beliau selanjutnya, "Kerja dimana sekarang?"
Sambil nyengir kujawab, "Belum, Pak, masih keliling sana-sini."

Terus beliau menyeritakan sopirnya yang riwayat pendidikannya sama sepertiku. Jurusan ekonomi juga, S1. Maaf nih, bukannya mau merendahkan kamu, tapi memang sekarang sekolah tinggi pun nggak menjamin pekerjaan yang sesuai. Memang banyak peluang kerja, tapi harus diinget juga, saingannya nggak kalah banyak. Dulu sopir saya itu nganggur 2 tahun setelah lulus, dia sempat jualan gorengan di pinggir jalan, sampe akhirnya gulung tikar, saya tawarin jadi sopir sampe sekarang.

Lanjut, masih menyenggol tentang pekerjaan, yang artinya nggak jauh-jauh dari kata rezeki. Kata Dr. Rozak, rezeki itu bisa halal, bisa juga haram. Beliau menyontohkan kisah Sahabat Nabi. Kira-kira begini, Sahabat Nabi menitipkan Untanya kepada seorang pemuda, tetapi pemuda itu justru mencuri tali pengikat Unta dan meninggalkan Untanya. Sahabat Nabi kemudian menuju ke pasar untuk membeli tali pengganti pengikat Unta tersebut. Beliau melihat tali pengikat yang sama persis dengan tali pengikat yang dicuri tadi. Beliau bertanya, "Berapa harga tali ini?". "Dua riyal, seorang pemuda baru saja menjualnya kepada saya." Sahabat Nabi terkejut, beliau meyakini bahwa tali tersebut miliknya. Padahal, kalau saja pemuda tadi sedikit lebih sabar, beliau akan memberikan harga yang sama sebagai balas saja karena sudah berkenan menjaga Untanya.

Ya, aku mengerti mengenai rezeki halal dan rezeki haram. Yang ngga aku ngerti, kenapa Allah membiarkan hambaNya mendapatkan rezeki yang haram? Bukan Allahnya yang salah, keimanan hambaNya yang patut dipertanyakan, begitu kira-kira jawaban Dr. Rozak.

Terus, Dr. Rozak mengandaikan, "Seandainya kamu nanti udah dapet kerja nih, kamu diminta pilih, digaji 5juta dipotong 10persen, atau digaji 10juta dipotong 50persen?" Hitanghitunghitanghitung, aku memilih 10juta dipotong 50persen, karena hasilnya akan tetap lebih banyak dibandingkan dengan 5juta yang potongannya sedikit.

Dr. Rozak menjelaskan, "kebanyakan orang akan memilih potongan yang sedikit. Jadi, pilihanmu nggak juga salah. Potongan ini saya andaikan sebagai amalanmu, jadi ketika kamu memotong uang gajimu untuk beramal, Allah akan menggantinya berkalilipat dari berapa besar jumlah yang kamu amalkan. Mudeng intinya?" Bersedekahlah.

Aku mengangguk mantap. Dr. Rozak kembali berceloteh, "Coba kamu intropeksi diri apa yang bikin kamu nggak kunjung dapet kerjaan." Aku bergeming. 
"Yang ngasih kerjaan siapa?" 
"Ya, yang punya perusahaan, Pak?" Jawabku tak yakin.
"Yang punya perusahaan dikasih siapa?" kejar beliau lagi.
Aku sadar jawaban apa yang beliau inginkan, "Ya, siapa pun itu juga ujung-ujungnya dari Allah, Pak," jawabku percaya diri. Dr. Rozak tersenyum lebar.
"Kalau sudah tau begitu, mulai sekarang mintalah kepada yang memiliki sumber kerjaan. Coba itu kamu doa, yakini bahwa Allah bakal ngasih apa yang kamu ingin, kalau toh nggak kesampaian, mungkin Allah sedang menyiapkan sesuatu yang terbaik untukmu. Yakin aja pokoknya. Wong yakin ki iso nemu dalane dhewe (orang yakin itu bisa menemukan jalannya sendiri).

"Waktu yang baik buat doa itu kapan aja, Pak?"
"Ada beberapa waktu yang baik buat berdoa, ketika berbuat kebaikan, ketika turun hujan, di antara adzan dan iqomah, di sepertiga malam. Misal nih turun hujan, kamu lagi di jalan, coba aja minggir bentar buat berdoa, ntar lanjut jalan lagi," begitulah akhiran beliau berceloteh.

"Makasi banyak, Pak Rozak," aku dan Devi berpamitan.
"Jangan lupa yakin, biar kegiatan kalian lancar."

***

"Mbak, duitnya kamu bawa, kan?" tanya Devi ketika motor siap gas.
"Ha? Duit apaan?" tanyaku bingung.
"Duit donasinya Pak Rozak, kan tadi beliau udah tandatangan kwintansi."
Aku menggeleng. Kami turun lagi, kepada mbak-mbak penjaga loket kami menyatakan ingin bertemu kembali dengan Pak Rozak. "Pak Rozaknya lagi sholat dhuha." 
Kami menunggu sambil selfie.

Landak3 selfie

Setelah menunggu sedikit lama, bukan karena cuma sholat, tapi juga harus mendahulukan pasien-pasien yang udah ngantri, tibalah Devi masuk lagi keruangan beliau.
"Maaf, Pak Rozak, uang donasinya belum kami terima."
Pak Rozak merogoh sakunya, "Ya Allah, masih di kantong. Lupa, kebanyakan cerita. Maaf, ya."

Kami melanjutkan perjalanan bersama Tim Landak1 dan Tim Landak2 menuju daerah Ungaran.


Landak-Landak foto di daerah Ungaran

Tidak ada komentar: