Juni 26, 2017

Jarak Bahagia dan Sedih



Apakah jarak antara kebahagiaan dengan kesedihan hanya sepersekian detik? Atau sebenarnya mereka selalu beriringan menyelinap ke hati-hati manusia agar selalu merasa cukup? Cukup merayakan kebahagiaan dengan sewajarnya dan cukup merayakan kesedihan dengan seperlunya saja.

Aku atau bisa jadi kamu mungkin pernah mengalami atau menemui kejadian yang semisal malam ini lagi bahagia-bahagianya, esoknya menerima rasa pilu yang luar biasa. Kadang memang selucu itu dalam hidup.

Sepagi tadi, di hari yang katanya hari kemenangan ini, ada aja yang bikin baper. Suara azan subuh, saut-sautan suara takbir, juga suara petasan yang menggema ke langit-langit. Tapi, bukan itu yang bikin baper, melainkan siaran kematian dari mikrofon musholla deket rumah. Kebayang nggak dihari yang katanya hari kemenangan ini kalian justru merayakannya dengan penuh duka karena harus kehilangan salah satu dari kedua orang tua kalian? Di ujung kampungku sini, dihari ini, seorang ayah telah menghadap Sang Maha.

Juga berita yang mampir dari kampung sebelah.
Warga kampung yang digegerkan dengan kedatangan mobil polisi dengan suara sirinenya. Menurut berita yang aku dapet, polisi itu lagi ngejar rampok. Tapi, endingnya nggak ketangkep. Ditemuin tas yang isinya hasil rampokan. Tau hasil rampokannya apa? Cuma dua box susu anak balita. Lah, ini nggak tau juga ya beneran atau enggak. Kalo bener iya, betapa tiap orang tua selalu berusaha memenuhi kebutuhan anaknya. Cuma kadang anaknya nggak tau diri. *nglirikdirisendiri*

Bayanganku jadi kemana-kemana, keinget ketika solat Id tepat di depanku dihadapkan dengan  seorang ibu dan anaknya. Seorang ibu yang teramat keriput, bungkuk, jalannya terseok-seok. Anak yang dengan sabar mendampinginya. Mulai dari nyiapin sajadah, makein mukena, sampe bantuin berdiri pas sholat udah mau mulai. Dan ini anak kelihatan banget kalo sayang sama ibunya. Selesai sholat, nggak hentinya dia cium kening sama pipi ibunya.

Kebayang kan, gimana keluarga yang ditinggalin sosok Ayah untuk menghadap Sang Maha? Atau keluarga yang tengah menanti sosok Ayah di rumah sepulang kerja. Aku atau kamu mana tau kalau mungkin saja semalam dua keluarga ini merasakan kebahagian karena esok akan merayakan hari kemenangan dengan keluarga yang utuh. Dan ternyata enggak. Ayah telah berpulang. Ayah tak kunjung pulang.

Yang paling bikin baper dari hari ini adalah menyadari bahwa sampe detik ini aku belum mampu bales kebaikan orang tua, belum bisa ngasih apa pun ke orang tua termasuk calon mantu. Fiuhhhh! Semoga sebelum kejadian 'ditinggal' orang tua, aku atau kamu mampu ngebales apa-apa yang orang tua kasih ke kita. Aamiin.

Pada akhirnya memang, bahagia dan sedih kita sendiri yang bisa nyiptain.
Btw, selamat merayakan hari kemenangan bagi yang menjalankan. Maafin kalo ada salah-salah, karena bahwasanya manusia memang diciptain sepaket dengan kekurangan masing-masing. 

Tidak ada komentar: